Sabtu, 08 Agustus 2009

Krisdayanti: Meraih Bintang dengan Buku

Diana AV Sasa

Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah Anda meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau buatlah sesuatu yang pantas untuk diabadikan. (Franklin)

Krisdayanti (KD), begitu orang mengenalnya. Ia dikenang karena lagu-lagunya beberapa kali merajai pasar musik Indonesia hingga manca. Permainan perannya di layar kaca sempat memukau dan menguras air mata ibu-ibu pecinta sinetron. Tampilan panggungnya glamor, atraktif, dan memikat. Setiap gaya rambut, pakaian, hingga alisnya menjadi barometer trend para perempuan. Ia menjadi sorotan halayak. Kiprahnya dikenang dan tercatat dalam sejarah musik tanah air. Ibarat produk, ia adalah barang kelas 1.

Sebagai ‘produk’ kelas 1, KD menjaga sekali kepuasan pelanggannya, dalam hal ini pengemarnya. Untuk itu ia berusaha sebisa-bisanya untuk menjaga kualitas ‘produk’. KD bukan hanya menjaga kualitas suara, tapi juga penampilan panggung dan citra diri seutuhnya. Baginya, pengemar yang sudah membayar mahal untuk melihatnya di panggung, layak mendapat suguhan terbaik. Penata musik, pinata rias, penata kostum, koreografer, hingga tata panggung dilakukan oleh orang-orang terpilih dan terbaik dikelasnya. Penggemar yang mengaguminya sebagai bintang, juga layak mendapat apresiasi penuh. Citra diri sorang bintang dibangunnya dengan pondasi keyakinan, harapan, dan menejemen yang kuat.

Sebagai seorang ‘bintang’, KD bukan hanya ingin populer tapi juga ingin agar dirinya selalu dikenang penggemarnya, KD menjalankan petikan kalimat Franklin di atas dengan baik. Di jagad tarik suara, ia akan dilupakan jika lagu-lagunya tak lagi memenuhi selera telinga pasar. Tapi KD terus berinovasi. Dan seperti kata Franklin, KD menulis sesuatu yang pantas dibaca orang lain, buku.

Buku itu bertajuk “Catatan Hati Krisdayanti: My Life My Secret” (MLMS), ditulis dan tata ulang oleh Alberthiene Endah, penulis yang sudah akrab dengan dunia artis dan pernah menulis biografi beberapa artis lain seperti Chrisye, Titik Puspa, Anne Avanty, Venna Melinda, dan KD sendiri. Buku ini adalah buku kedua yang mengupas sisi hidup seorang KD, sang diva, sang bintang.

MLMS ditulis dengan semangat berbagi. Menguak rahasia kesalahan di masa lalu, dan membagi pelajaran berharga dari dalamnya. Tentu saja ini bukan hal baru. Banyak orang penting (baca:public figure) yang menguak sisi-sisi gelap dirinya dengan semangat berbagi kisah dan teladan hidup. Namun, sebagai seorang bintang, upaya KD membukukan catatan hidupnya bukan semata karena ingin berbagi. Ini adalah satu dari sekian banyak upaya yang ia lakukan untuk mempertahankan kebintangannya.

Dalam rumus karir KD, eksistensi adalah kunci untuk tetap bertahan dan dikenang sebagai seorang bintang. Ketika pasar musik Indonesia digeruduk musik-musik band dan maskulin, KD harus mempertahankan kebintangannya dengan terus berkarya. Ia tak bisa memaksakan masyarakat untuk selalu menerima musik dan lagunya. Maka ia harus berkarya dalam format lain agar masyarakat terjaga ingatannya akan seorang KD. Dan ia memilih untuk membuat buku (lagi).

Buku adalah monumen perjalanan yang merekam jejak sang bintang. Ketika sang bintang masih menghela nafas, pembacanya dapat menilik kebenaran dari apa yang dikatakan buku dengan memadankannya dengan realitas. Ini tentu berbeda jika buku ditulis ketika sang bintang sudah berkalang tanah. Pembaca hanya bisa membayangkan dan mengira-ngira saja. Itu pula alasan mengapa Omi Intan Naomi menulis proses berkarya Ugo Untoro dalam senirupa justru ketika Ugo masih hidup. Meski tak lama setelah buku itu terbit, Omi rebah untuk selama-lamanya. Namun ia telah meninggalkan sesuatu yang dapat dikenang:buku. Ugo maupun KD adalah bintang, dan mereka patut membangun monumennya dalam sebuah buku.

Buku pertama KD, “1001 KD”, lebih banyak mengungkap sisi positif KD sebagai bintang. Pencapaian-pencapaian dan pernik-pernik hidupnya yang membentuk citra seorang bintang. Maka MLMS mengimbanginya dengan menampilkan sisi KD sebagai manusia biasa yang tak luput dari alpa dan luput.

Dalam beberapa wawancara dengan media massa, KD menyebutkan bahwa ada tiga rahasia penting yang diungkapnya dalam MLMS. Pertama, KD pernah mengonsumsi narkoba pada 1998 hingga 1999. Kedua, KD pernah ditalak oleh Anang, suaminya. Dan ketiga, ia mengungkapkan bahwa ia pernah operasi plastik. Bagi KD, ketiga hal itu adalah rahasia besar dalam kehidupannya. KD memang bertahan untuk menjaga citra yang dibangunnya dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan memunculkan sosok KD yang nyaris sempurna :Cantik, tubuh sempurna, populer, materi melimpah, keluarga bahagia,dan banyak kawan.Maka segala hal-hal buruk yang dapat menurunkan citranya wajib segera ditutup dan diupayakan tidak tersiar ke publik. Maka MLMS menjadi semacam sensasi untuk kembali mengetuk ingatan orang akan seorang KD.

Bagi saya, tidak ada yang terlalu mengejutkan dari ketiga rahasianya. Narkoba adalah barang yang sudah akrab dengan dunia selebriti. Media massa sudah banyak merekam kronik artis yang pernah menjajalnya. Sebut saja Roy Marten, Ari Laso, Doyok, Slank, Sheila Marcia, dan lain-lain. Mereka itu yang kebetulan tertangkap, yang masih menikmati surga semu itu juga tak sedikit. Padatnya kegiatan keartisan yang membutuhkan stamina prima, psikologi yang tertekan karena terus menjadi sorotan, hingga lingkungan pergaulan yang akrab dengan dunia malam adalah beberapa alasan yang acap kali terlontar. Narkoba menjadi identik dengan dunia keartisan secara tidak langsung karena media banyak memberitakan artis yang menggunakan barang memabukkan itu. Maka ungkapan KD pernah menghisap shabu-shabu tidaklah terlalu mengejutkan.

Pengakuan bahwa Anang pernah melontarkan talak pada KD gara-gara KD bersikap kasar pada ibu mertuanya juga tak terlampau mengejutkan sebenarnya. Sekali lagi, ini karena media telah banyak memberitakan peristiwa kawin-cerai dikalangan artis. Hingga hal itu menjadi hal yang dianggap biasa bagi kalangan artis dimata penikmat media.

Demikian juga dengan operasi plastik. Sudah bukan gossip atau hisapan jempol jika artis banyak melakukan operasi plastik untuk merubah atau mempertahankan penampilannya agar tetap prima. Lagi pula, operasi plastik banyak dilakukan untuk membantu mengembalikan kondisi tubuh wanita paska melahirkan yang kendur. Ketika KD melakukannya, sudah tidak aneh. Selain banyak orang melakukannya, beberapa media memang pernah mempertanyakan postur tubuhnya dan melontar tuduhan operasi plastic. Maka pengakua KD kemudian hanya menjadi satu pembenaran saja atas tuduhan itu.

Selebihnya, MLMS layak mendapat apresiasi mengingat tak banyak seniman kita yang memiliki kesadaran untuk membukukan perjalanan hidup dan karirnya sehingga generasi mendatang dapat belajar dari bukunya. Pencatatan ini penting, karena secara tidak langsung sejarah ditorehkan dari sini. Buku menjadi semacam monumen sejarah. Tempat dimana setiap pencapaian dan peristiwa dikenang. Kita akan mengenal sejarah dengan baik jika kita dapat mengenali sejarah diri kita sendiri, begitu kata Pramoedya. Maka tulislah sejarah hidupmu sebaik-baiknya, serapi-rapinya. (Diana AV Sasa)